Flash

Selasa, 15 Februari 2011

Pengorbanan Sebuah Nyawa



Di sebuah Desa yang sejuk, hiduplah seorang Ayah (Mark) dengan anak lelakinya yang berumur 12 tahun (Shawn). Mereka hidup dengan kesederhanaan yang penuh sukacita. Dalam hidupnya, Mark selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Karena, Shawn adalah anak satu2nya yang ia miliki. Begitu juga dengan Shawn yang ingin membahagiakan Ayahnya.
Dengan penuh semangat, Shawn selalu membantu ayahnya yang bekerja sebagai penjaga pintu Kereta Api. Pagi, siang, hingga malam pun Mark tetap setia dalam pekerjaannya. Karena pekerjaan ini sudah ia lakukan sejak Shawn 15tahun silam, hal ini membuat Shawn pun akhirnya mengetahui sedikit demi sedikit tugas2 yang di lakukan ayahnya.
Suatu ketika, Shawn berjalan bersama dengan ayahnya di sepanjang rel kereta api. Mereka berlarian dan sesekali ayahnya mengangkat Shawn dalam pelukannya. Kebahagiaan itu membuat Mark terkadang lupa dengan rasa lelahnya. Tawa Shawn lah yang membuat ia bersemangat.
Di sore hari yang cerah, Mark berada pada pos pintu jaga Kereta Api dan jalur air untuk kapal kecil agar dapat melintasi di bawah rel itu. Ketika sirine penanda kapal akan lewat pun berbunyi, Mark langsung mengangkat tuasnya agar rel kereta api terangkat untuk sementara supaya kapal ini dapat melintas di bawahnya. Selang 15 menit setelah kapal itu lewat, Mark meninggalkan tempat ia berdiri saat itu untuk mengambil secangkir kopi. Ia memastikan terlebih dahulu bahwa Shawn aman bermain di pinggir danau. Ia melihat Shawn yang memancing ikan itu sedang duduk dan melambaikan tangan untuk Ayahnya sambil tersenyum.
Tidak lama, Shawn yang ketika itu sedang duduk santai di pinggir danau melihat ada kepulan asap akan mendekati lintasan kereta api. Ia tercengang lalu melepaskan pancingan yang ia pegang saat itu. Ia sadar bahwa kepulan asap itu adalah milik Kereta Api yang akan melintas. Ia berteriak memanggil ayahnya. Namun, ayahnya tak kunjung keluar. Ia berteriak sekali lagi,”AYAH!! TURUNKAN TUASNYA!! KERETA ITU SEMAKIN DEKAT!” Namun, tidak ada jawaban dari dalam pos jaga itu. Shawn semakin takut apabila terjadi sesuatu dengan kereta api itu. Karena, ia berpikir bahwa ini menyangkut ratusan nyawa di dalamnya. Sekali lagi ia berteriak memanggil ayahnya, namun teriakan itu tidak terdengar oleh ayahnya. Shawn bingung jika ia menghampiiri ayahnya di Pos, maka kereta api itu akan masuk ke dalam danau, jalur lintas kapal.
Dan akhirnya, Shawn berlari menuju jembatan penghubung kereta api yang saat itu dalam keadaan masih terangkat. Ia tepat berada di himpitan jembatan itu untuk menarik tuasnya dengan cara manual. Namun, ketika ia telah menggapai tuas itu, ia terjungkal dan akhirnya ia terjebak di tengah himpitan jembatan penghubung itu dengan kepala berada di bawah. Ia terus mencoba untuk keluar dari himpitan itu, namun tenaga kecilnya tak sanggup membuatnya keluar dengan cepat.
Tidak lama, Mark keluar dengan membawa secangkir kopi hangat. Ia terkejut ketika di lihatnya ada sebuah kepulan asap yang semakin mendekat dengan jembatan itu. Ia tidak tahu dengan kejadian yang menimpa anaknya saat itu. Kemudian, ia tersadar bahwa Shawn sudah tidak lagi ada di pinggir danau. Mark terus memanggil Shawn dengan kencang. Namun, tidak ada jawaban Shawn ketika itu. Alangkah terkejutnya Mark, ketika ia melihat ke arah jembatan. Di mana Shawn mencoba mengaitkan kakinya dengan besi tua yang berada di atas jembatan itu . Mark yang tahu bahwa apa yang di lihatnya itu adalah kaki Shawn, maka ia keluar dari Pos dan ia akan melangkah menghampiri Shawn. Namun, ia di hadapi dilema di mana saat itu kereta api akan lewat. Ia hanya bisa berteriak dan menangis memanggil nama anaknya. Ia bingung dan di hadapi 2 pilihan antara menurunkan tuas yang ada di pos itu agar kereta itu bisa lewat tetapi dengan konsekuensi bahwa Shawn harus mati terhimpit di jembatan itu, atau ia menyelamatkan nyawa anaknya tetapi ia harus mengorbankan ratusan nyawa yang ada di dalam keretapi itu.
Ketika itu Mark ingin mencoba berlari menghampiri anaknya, tapi ia teringat dengan penumpang kereta api yang juga ada di tangannya. Ia berada di depan tuas itu sambil menghantamkan kepalanya ke dinding tua Pos itu. Ia tampak sangat menyesal dengan kecerobohan yang ia lakukan. Di dalam hatinya, ia tidak ingin kehilangan anak yang di cintainya. Kini nasib anaknya dan juga penumpang KA ada di tangannya. Apakah ia harus merelakan Shawn atau ratusan penumpang yang ia tidak kenali sebelumnya.
Akhirnya, ia berteriak dan ia menangis dalam tekanannya. Tuas itupun akhirnya….. ia turunkan!
Jembatan itu pun perlahan demi perlahan turun. Dan di depan mata kepalanya, Mark melihat Shawn yang saat itu terjebak di jembatan itu pun terhimpit besi tua rel kereta api yang sedang turun. Dalam tangisnya ia mendengar Shawn sempat berteriak memanggil ayahnya. Namun,Mark sadar bahwa ia dengan besar hati harus merelakan anak satu2nya demi ratusan nyawa di dalam kereta itu. Dan di waktu yang tepat, jembatan itu pun tertutup sehingga KA dapat melintasinya. Mark menjerit karena ia tahu bahwa Shawn telah tiada. Anak yang menjadi penantiannya selama 10 tahun dahulu telah tewas terhimpit jembatan KA itu. Dari beberapa penumpang yang ada di dalamnya, ada yang melihat Mark menangis dalam kesesakannya saat itu. Namun, ada juga yang mengabaikan tangisan sang penjaga pintu KA itu, mereka terlalu menyibukkan diri mereka dengan hal2 yang mereka lakukan tanpa mengetahui kebesaran hati seorang ayah merelakan anaknya tewas demi ratusan penumpang di dalam KA tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar